Senin, 07 Mei 2012

Catatan Mengawas UN #1 Bahasa Indonesia

Hari ini, Senin 7 Mei 2012 ujian nasional tingkat SD/MI digelar secara serempak. Walau mungkin ga bener2 serempak juga sih yah..karena kan waktu Indonesia bagian Papua dan waktu Indonesia bagian Bandung jelas beda. Mereka lebih cepat 2 jam kalau saya ga salah. Perbedaan waktu ini juga sempet jadi polemik (apa artinya itu yah?) karena mungkin disana sudah selesai nah di kita baru mulai, nanti takutnya ada bocoran atau apalah gitu. Tapi yaudahlahyah husnudzon (bener ga itu nulis nya?) aja lah kita mah.

Saya kebagian ngawas juga hari ini, ditempatkan disebuah MI swasta di kawasan Bandung Timur. Harapannya sih ada kejadian apalah gitu yang menarik supaya saya postingan blog saya ini ga garing. Tapi ujiannya lancar sentosa, aman. Hanya pada suatu ketika, saat anak-anak unyu itu mengerjakan soal Bahasa Indonesia ada yang ngacung jarinya. "pak nomor 24 ga ada soalnya...!" nah loh..

Jadi disitu hanya ada wacana terus abecede nya langsung, ini gimana urusannya? saya curiga yang bikin soal sedang ngeblank ini, sama seperti hati saya yang hingga kini masih blank. Edass saya nulis apa barusan!!!



Ngomong-ngomong soal Bahasa Indonesia (BI), ini adalah salah satu pelajaran yang sulit. Coba perhatikan kalau kalian sempet, disetiap UN pasti jarang yang dapet nilai sempurna untuk pelajaran ini. Kenapa yah? apa karena kita ini kebanyakan ngomong atau nulis pake bahasa alay? hanya Tuhan yang tau. Pertanyaan saya dulu ketika masih sekolah adalah, ngapain sih kita belajar BI? tiap hari kan kita ngomong BI? pertanyaan itu ternyata berulang lagi. Jadi ada anak kelas 5 yang datang ke saya terus nanya pertanyaan yang sama ke saya. Well, sebagai guru yang (mencoba) baik, walaupun saya bukan guru BI maka saya jawablah dengan anggun. "Bahasa Indonesia itu adalah bahasa persatuan, bahasa nasional nak. Selain itu dulu Bahasa Indonesia itu juga jadi alat perjuangan. Jadi sebagai warga negara yang baik sudah sepatutnyakah kita untuk menjaga dan melestarikannya." Jujur itu bohong, saya ga ngomong sepanjang dan se baku itu.

Tapi memang, kadang saya juga suka mikir sih. Ini kita kan ga mungkin dalam kehidupan sehari-hari ngobrol seperti Budi dan Wati dalam buku paket BI.
Budi: "kamu hendak pergi kemana Wati?"
Wati:"aku hendak membeli buku di toko"
ga gitu juga kan yah..? atau pernah kamu liat orang ngobrol kaya gini:
Ayah:"Ananda Budi, matahari sudah meninggi diatas saana, maka hendaklah kamu segera menyongsong hari ini dan pergilah menuntut ilmu!"
Budi:"Baik ayahanda, kan ku gapai cita-cita ku dan ku gantungkan setinggi langit yang biru"
Absurd kan yah...!
Tapi bagaimanapun saya tetap merasa pelajaran ini penting, karena coba pikir Amerika aja yang disebut negara adidaya pun ga punya bahasa nasional. Sementara kita memiliki bahasa nasional kita sendiri, Bahasa Indonesia dan konon kabarnya BI akan dijadikan sebagai bahasa resmi di ASEAN. wuiihh...
Terus dijadikan bahasa resmi kedua di Vietnam, dan dipelajari di lebih dari 45 negara di dunia..
Kalau ga percaya, coba aja klik tulisan "Fakta Menarik Seputar Bahasa Indonesia"

Walaupun memang dalam hati saya, ketika saya menjadi siswa dulu pelajaran ini tidak mendapat tempat yang spesial, suka engga, benci juga tidak. Jadinya pelajaran ini pun ngasih nilai biasa-biasa saja buat saya. Bagian yang saya sukai dari pelajaran ini adalah mengarang. Hanya masalahnya waktu itu saya masih belum bisa membedakan definisi antara ngarang dengan ngasal. Biasa dari SD kalau disuruh ngarang itu kita suka bikin karangan tentang liburan. Yang paling sering dibuat adalah karangan berjudul "Berlibur ke Rumah Nenek" dengan tema dan plot yang nyaris sama. Sama halnya jika kita disuruh menggambar pas pelajaran seni, pasti menggambar pemandangan gunung dua ditengahnya ada matahari terus ada sawah dan jalan raya.
Saya sendiri ga pernah bikin karangan "Berlibur ke Rumah Nenek" karena nenek saya tinggal di depan rumah, jadi apa menariknya? tiap hari juga ketemu. Karena ketika itu saya belum bisa membedakan ngarang dengan ngasal, maka saya tulis apapun yang ada di kepala. Ga kenal tema, alur, atau apapun itu, hasilnya tulisan saya banyak dan panjang, berlembar-lembar. Ditambah lagi tulisan saya yang lebih mirip seperti sandi rumput otomatis guru males bacanya. Jadi saya yakin saya dapat nilai tinggi untuk mengarang karena panjangnya itu, bukan isinya. Sama lah dengan isi postingan ini yang ngalor ngidul entah mau dibawa kemana..!

Bicara soal BI, saat saya mengawas itu saya tiba-tiba jadi ingat sama guru BI SMA saya. Ibu Rosa namanya, saya lupa panjangannya apa. Tapi saya ga pernah bisa lupa dengan persona nya. Iya, beliau adalah salah satu guru dengan persona yang sangat kuat. Tiap siswa pasti tau siapa itu bu Rosa. Tatapannya yang tajam dan dingin, langkahnya tegap, serta rambut ikal kemerahan yang terurai, dan mitos-mitos seputar kekejamannya yang melegenda membuat siswa manapun menjadi ketar-ketir. Pernah saya liat ada kakak kelas yang sedang main bola, secara tidak sengaja bolanya itu nyelonong ke kelasnya bu Rosa. Bukannya ia ambil ia justru malah kabur!

Nasib mempertemukan saya dengan beliau. Di kelas tiga beliau menjadi wali kelas saya. Temen-temen saya sampai bilang "duh, selamet yah..!" yang artinya "saya prihatin". Akhirnya saya pasrah, yaudahlah sisa waktu saya di SMA ini tampaknya akan makin buruk...!

Dugaan saya ternyata salah besar. Belum pernah sekalipun saya kena marah, dibentak pun tidak!!!
Ternyata jam pelajaran beliau tidak se-nightmare yang dikatakan. Beliau justru memperlakukan siswa sebagaimana mestinya. Jadi siswa diperlakukan sesuai dengan sifat dan kebutuhannya. Beliau bisa sangat-sangat tegas untuk siswa yang sulit diatur. Begitupun sebaliknya ia bisa begitu kooperatif buat siswa yang tidak susah diatur. Tidak pernah ia mempermalukan kita di depan kelas ketika memberikan hukuman, namun efek hukuman nya itu sangat efektif. Pernah suatu ketika, ada beberapa teman saya yang ketahuan merokok di sekolah, yang saya heranbeliau tak langsung marah. Ia hanya memperhatikan murid-murid badung tersebut dengan tatapannya yang tajam, tanpa banyak berkata-kata lantas melengos ke ruang guru. Awalnya saya pikir ia bakalan nampar atau minimalnya mencak-mencak seperti guru lainnya. Tapi justru tindakan tersebut membuat siswa-siswa tadi jadi sangat menyesal dan langsung menyusulnya ke ruang guru untuk minta maaf secara personal. Tak lama beliau pun menasehati kami sekelas dengan kata-katanya yang tajam dan sumpah..itu nyelekit, sampai mata saya panas hampir nangis, jangan tanya sama anak-anak perempuan waktu itu.

Saya sendiri sebenarnya jarang berkomunikasi langsung dengan beliau. Maklum, saya ini tipe siswa pendiam yang tidak menonjol, biasa aja. Tapi ternyata walaupun beliau terlihat dingin, beliau itu sangat memperhatikan kami dengan seksama. Pernah satu hari ketika pembagian rapor, beliau bilang ke ibu saya, kalau saya ini agak pendiam orangnya, namun katanya lagi saya ini baru bersemangat ketika berhadapan dengan hal-hal berbau musik, suka band-bandan, Ibu saya memang tidak pernah tahu apa saja yang saya kerjakan diluar rumah, dan saya juga heran ternyata bu Rosa merhatiin saya juga, padahal saya manggung di sekolah tuh cuman sekali.

Hal lain yang paling saya ingat adalah transformasi penampilannya. Dulu ketika saya masih kelas satu atau dua SMA beliau masih belum berkerudung. Rambutnya yang ikal panjang kemerahan itu, yang kalau tertiup angin akan terlihat seperti rambut singa (itu kata temen saya bu..hehe) membuat penampilannya terlihat gahar. Tapi ketika menjadi wali kelas saya, beliau terlihat sangat cantik dengan balutan kerudung. Kharismanya sama sekali tidak luntur, justru kami semakin segan. Saya baru tahu kemudian ternyata beliau ini adalah seorang single fighter yang tangguh. Ia membesarkan kedua anaknya sendirian. Salah satu anaknya seumuran dengan saya dan satu SMP dulu, anaknya bocor, rame. Katanya sekarang juga jadi guru, dan galak pula katanya..haha..its in the blood..

Ibu, yang ingin saya sampaikan di paragraf terakhir tulisan saya yang ngalor-ngidul ini adalah bahwa ibu telah mengisnpirasi saya. Saya kini sadar dan paham alasan serta tujuan sikap ibu, perlakuan ibu, sentilan kata-kata ibu, dan semacamnya. Buat saya ibu adalah seorang guru yang tegas dan tulus. Saya kini yang juga berprofesi sama seperti ibu, walau mungkin cara dan pendekatan kita berbeda dalam mengajar, saya tetap banyak belajar dan sangat menghormati ibu sebagai guru saya, panutan saya. Terima kasih, kata yang hingga kini belum saya ucapkan atas semua yang telah ibu berikan. Semoga ibu selalu ada dalam perlindungan-Nya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar