Selasa, 28 Oktober 2014

Upacara



Setiap hari Senin di sekolah-sekolah umum biasanya sering diadakan yang namanya upacara bendera. Pasti itu, terkecuali kalau di sekolahnya sedang ada ujian, libur semester, atau tiang benderanya bengkok gara-gara ada guru yang lagi belajar jadi mentalis sama Deddy Corbuzier, pasti ga akan ada upacara. Iya, gitu. Nah, Senin tanggal 27 Oktober 2014 di sekolah saya pun ada upacara. Hanya kali ini upacaranya berbeda, eum.. upacaranya sama sih sebenernya mah, masih ngibarin bendera merah putih bukan bendera Korea Utara, apalagi bendera Slank mah, kira-kira aja..!

Ada 2 hal yang bikin upacara kali ini terasa beda, heboh, eumejing, awsome, spektakuler, ekstrakulikuler. Pertama. Anak ekskul sepak bola baru aja dapet juara 1 turnamen piala gubernur. Kedua.Yang jadi Pembina upacara adalah wali kota idola anak muda yang mengangkat harkat dan martabat kaum jomblo. Siapa lagi kalau bukan bapak Ridwan Kamil!!!
Yaktul, Ridwan Kamil atau akrab disapa Kang Emil sebagai wali kota kebanggaan liverpudlians… eh.. warga Bandung maksud saya, hadir di sekolah untuk menjadi pembina upacara. Kegiatan rutin yang biasa dilakukan oleh Kang Emil setiap hari Senin dari satu sekolah ke sekolah lain. Baguslah, mendekatkan diri dengan warganya, sekaligus ngasih pembinaan buat alay-alay jomblo hilang arah.

Sebenarnya saya udah tau kalau Kang Emil bakalan datang ke sekolah, tau dari twitter bukan dari kamu, da kamu mah apa atuh?!
Pagi itu saya tidak menyiapkan seragam pemda yang mirip hansip karena warnanya hijau-hijau itu. Padahal biasanya seluruh guru dan staf suka pakai seragam itu tiap hari Senin. Bukannya apa-apa, cuman ga punya aja. Saya masuk ke sekolah itu ketika seragam sudah dibagikan, jadi saya ga kebagian. Tapi ga apa-apa, saya jadi beda sendiri, anti-mainstream.
Jam 6.45 pagi, lebih dikit mungkin. Tiba lah saya di depan gerbang sekolah. Sudah banyak orang di situ. Ada seorang guru senior yang sedang ngasih instruksi pada siswa untuk berbaris dengan rapih. Ada juga petugas kebersihan yang sedang memungut sampah. Ada juga di sana seorang pedagang sangu koneng, supir angkot, tukang pulsa, agen elpiji, mamang becak, banyak lah saya lupa ada siapa aja.

Siswa-siswi yang berbaris di depan gerbang itu adalah anggota organisasi semacam paskibra gitu, bukan anggota ormas keagamaan yang lagi demo nolak pemimpin kafir, bukan. Mereka berjejer seperti itu bukan untuk menyambut kedatangan saya, tapi wali kota. Iya wali kota, da dia mah apa atuh wali kota?! 
Di lapangan, beberapa guru laki-laki setengah berteriak menyiapkan anak-anak untuk berbaris dengan rapih. Saya lihat tiang bendera masih berdiri kokoh, tidak bengkok. Alhamdulillah ternyata tidak ada guru yang belajar jadi mentalis. Saya pun ikut membantu mengatur anak-anak, membantu sedikit-sedikit, sedikit sedikit membantu.

Sudah jam 7.30. Kang Emil belum datang, katanya sudah dekat. Nah ini, definisi dekat tiap orang itu beda-beda. Buat orang desa, kalau ditanya alamat, terus jawabnya udah deket kita harus waspada, bagi mereka mah 25 km juga bilangnya deket! Dan jangan lupa ada juga orang-orang yang ketika ditanya “dimana bro?” jawabnya “OTW bro, udah deket” padahal dianya masih di rumah pffftt..

Akhirnya Kang Emil datang tepat waktu, sebagai sesama pendukung Liverpool saya turut senang. Apa sih?! Kalau dihitung-hitung berarti ini adalah pertemuan ketiga saya dengan Kang Emil. Pertama adalah ketika  kami nonton Illucinati, show stand up comedy-nya Ernest Prakasa di Saung Angklung Udjo. Iya kami nonton bareng, Kang Emil bareng istrinya, saya bareng istri orang.. engga ih bercanda astagfirullah..! 
Yang kedua pas nonbar Liverpool vs Chelsea di Balai Kota. Udah ah jangan diceritain ini mah pait!

Upacara pun dilaksanakan. Seperti biasa, upacara diawali dengan pengibaran bendera merah putih, iya bukan bendera Korea Utara maupun bendera Slank, ga boleh! Tapi untung juga sih bendera kita merah putih, jadi enak gitu pas pemimpin upacara bilang “kepada bendera merah putih.. hormaaat geraaakk!” nah coba bayangkan kalau bendera kita kaya bendera Jepang. “kepada bendera putih ada buletan merahnya di tengah, hormaaaat geraaakk!” kasian pemimpin upacaranya. Nah apalagi kalau bendera Inggris, union jack gimana coba ngomongnya? Ribeet..!

Upacara berlangsung dengan khidmat. Kang Emil pun menyampaikan wejangan-wejangannya dengan cara yang dia banget, humoris. Kang Emil berjanji akan membuat Bandung jadi semakin keren. Bandung ini adalah kota kreatif, kemarin Bandung mendapatkan penghargaan sebagai kota kuliner. Ga di sebut sih dapet penghargaannya dari mana, tapi mendengar itu saja sudah cukup bagi kita untuk bertepuk tangan, mayanlah. Kata pak wali -saya mulai mengganti sebutan Kang Emil dengan pak wali karena ketika berpidato Kang Emil suka menyebut dirinya dengan sebutan pak wali, seolah-olah menegaskan bahwa ia adalah wali kota, bukan wali songo, gitu kali- Kata pak wali saking kreatifnya Bandung nama makanan aja disingkat-singkat. Batagor, baso tahu goreng. Cireng, aci digoreng. Combro, oncom di jero, Misro, amis dijero, miss u, I miss u to..

Terus kata Kang eh.. Pak Wali lagi, selain nama makanan, nama jalan juga disingkat-singkat. Antapani, antara cinta tapi teu wani. Gerrr… tawa pun pecah..!
Cipaganti, lanjutnya lagi, cinta palsu suka gonta ganti… pak atulah..! hahahaha…
Tanda tangan Pak Wali di dinding sekolah

Nah untuk membuat Bandung ini menjadi semakin keren, maka menurut Pak Wali, warganya pun harus keren. Warga yang keren menurutnya adalah warga yang memiliki 3 hal. Pertama, sehat jasmaninya. Lantas beliau ngasih tantangan ke beberapa anak untuk membuktikan kalau mereka sehat jasmaninya. Tantangannya apa? Suruh push up 25x di depan lapangan upacara!

Yang kedua, harus cerdas otaknya, berilmu. Dan yang ketiga rohaninya harus diisi dengan keagamaan, biar soleh, karena percuma pinter dan sehat kalau ujung-ujungnya korupsi. Gitu katanya. Dan sebelum memberikan piala kepada anak-anak bola yang juara 1 itu, Pak Wali ngasih tips untuk mencapai kesuksesan yang disangkut pautkan dengan filosofi sepak bola, kerja keras, atur strategi, kerja sama dan cetak gol!
Selesai berpidato yang deselingi lawak dan berbagai gimmick tadi, akhirnya Pak Wali memberikan piala secara simbolis kepada juara 1 sepak bola piala gubernur.  Setelah itu dilanjutkan dengan sesi salam-salaman dan foto bersama. Saya ga kebagian foto, rame soalnya sampai desek-desekan. Wajarlah wali kota idola anak muda. Hehehe…

Perlu diakui memang Kang Emil ini yang sekarang jadi Pak Wali, sangat pintar dalam hal personal branding. Pintar mencitrakan dirinya, citra pemimpin yang berasal dari rakyat biasa, bersahaja, santun, suka bercanda. Nice guys. Samalah kaya presiden kita yang baru. Namun apakah citra yang ditunjukan ini adalah sebuah citra yang natural atau artificial? Seiring waktu pasti akan terjawab. Tapi saya sih ga terlalu perduli, selama kepemimpinannya membawa kebaikan, yah wajib kita dukung. Pun dengan tetap harus kita awasi, kawal, dan kritisi agar tetap berada di jaur yang benar. Itulah tugas dan kewajiban kita sebagai rakyat. Karena sehebat apapun pemimpin kita, mereka tetap manusia biasa, bukan pahlawan super dari komik marvel.

-Bandung Oktober 2014, ditulis dengan netbook yang kena virus dan ditemani aqua botol, satu bungkus lays bbq serta Tulus yang bernyanyi lewat HP-