Setiap hari Senin di sekolah-sekolah umum biasanya sering
diadakan yang namanya upacara bendera. Pasti itu, terkecuali kalau di
sekolahnya sedang ada ujian, libur semester, atau tiang benderanya bengkok
gara-gara ada guru yang lagi belajar jadi mentalis sama Deddy Corbuzier, pasti
ga akan ada upacara. Iya, gitu. Nah, Senin tanggal 27 Oktober 2014 di sekolah saya pun ada
upacara. Hanya kali ini upacaranya berbeda, eum.. upacaranya sama sih
sebenernya mah, masih ngibarin bendera merah putih bukan bendera Korea Utara,
apalagi bendera Slank mah, kira-kira aja..!
Ada 2 hal yang bikin upacara kali ini terasa beda, heboh,
eumejing, awsome, spektakuler, ekstrakulikuler. Pertama. Anak ekskul sepak bola baru aja dapet
juara 1 turnamen piala gubernur. Kedua.Yang jadi Pembina upacara adalah
wali kota idola anak muda yang mengangkat harkat dan martabat kaum jomblo. Siapa lagi kalau bukan bapak
Ridwan Kamil!!!
Yaktul, Ridwan Kamil atau akrab disapa Kang Emil sebagai
wali kota kebanggaan liverpudlians… eh.. warga Bandung maksud saya, hadir di
sekolah untuk menjadi pembina upacara. Kegiatan rutin yang biasa dilakukan oleh
Kang Emil setiap hari Senin dari satu sekolah ke sekolah lain. Baguslah,
mendekatkan diri dengan warganya, sekaligus ngasih pembinaan buat alay-alay jomblo
hilang arah.
Sebenarnya saya udah tau kalau Kang Emil bakalan datang ke
sekolah, tau dari twitter bukan dari kamu, da kamu mah apa atuh?!
Pagi itu saya tidak menyiapkan seragam pemda yang mirip
hansip karena warnanya hijau-hijau itu. Padahal biasanya seluruh guru dan staf
suka pakai seragam itu tiap hari Senin. Bukannya apa-apa, cuman ga punya aja.
Saya masuk ke sekolah itu ketika seragam sudah dibagikan, jadi saya ga kebagian.
Tapi ga apa-apa, saya jadi beda sendiri, anti-mainstream.
Jam 6.45 pagi, lebih dikit mungkin. Tiba lah saya di depan
gerbang sekolah. Sudah banyak orang di situ. Ada seorang guru senior yang sedang
ngasih instruksi pada siswa untuk berbaris dengan rapih. Ada juga petugas kebersihan yang sedang memungut sampah. Ada juga di sana seorang pedagang
sangu koneng, supir angkot, tukang pulsa, agen elpiji, mamang becak, banyak lah saya lupa ada
siapa aja.
Siswa-siswi yang berbaris di depan gerbang itu adalah
anggota organisasi semacam paskibra gitu, bukan anggota ormas keagamaan yang
lagi demo nolak pemimpin kafir, bukan. Mereka berjejer seperti itu bukan untuk
menyambut kedatangan saya, tapi wali kota. Iya wali kota, da dia mah apa atuh wali kota?!
Di lapangan, beberapa
guru laki-laki setengah berteriak menyiapkan anak-anak untuk berbaris dengan
rapih. Saya lihat tiang bendera masih berdiri kokoh, tidak bengkok.
Alhamdulillah ternyata tidak ada guru yang belajar jadi mentalis. Saya pun ikut
membantu mengatur anak-anak, membantu sedikit-sedikit, sedikit sedikit membantu.
Sudah jam 7.30. Kang Emil belum datang, katanya sudah dekat.
Nah ini, definisi dekat tiap orang itu beda-beda. Buat orang desa, kalau
ditanya alamat, terus jawabnya udah deket kita harus waspada, bagi mereka mah
25 km juga bilangnya deket! Dan jangan lupa ada juga orang-orang yang ketika
ditanya “dimana bro?” jawabnya “OTW bro, udah deket” padahal dianya masih di rumah
pffftt..
Akhirnya Kang Emil datang tepat waktu, sebagai sesama
pendukung Liverpool saya turut senang. Apa sih?! Kalau dihitung-hitung berarti ini
adalah pertemuan ketiga saya dengan Kang Emil. Pertama adalah ketika kami nonton Illucinati, show stand up comedy-nya
Ernest Prakasa di Saung Angklung Udjo. Iya kami nonton bareng, Kang Emil bareng istrinya, saya bareng istri
orang.. engga ih bercanda astagfirullah..!
Yang kedua pas nonbar Liverpool vs
Chelsea di Balai Kota. Udah ah jangan diceritain ini mah pait!
Upacara pun dilaksanakan. Seperti biasa, upacara diawali
dengan pengibaran bendera merah putih, iya bukan bendera Korea Utara maupun
bendera Slank, ga boleh! Tapi untung juga sih bendera kita merah putih, jadi
enak gitu pas pemimpin upacara bilang “kepada bendera merah putih.. hormaaat
geraaakk!” nah coba bayangkan kalau bendera kita kaya bendera Jepang. “kepada
bendera putih ada buletan merahnya di tengah, hormaaaat geraaakk!” kasian pemimpin upacaranya. Nah apalagi kalau
bendera Inggris, union jack gimana coba ngomongnya? Ribeet..!
Upacara berlangsung dengan khidmat. Kang Emil pun
menyampaikan wejangan-wejangannya dengan cara yang dia banget, humoris. Kang
Emil berjanji akan membuat Bandung jadi semakin keren. Bandung ini adalah kota
kreatif, kemarin Bandung mendapatkan penghargaan sebagai kota kuliner. Ga di
sebut sih dapet penghargaannya dari mana, tapi mendengar itu saja sudah cukup
bagi kita untuk bertepuk tangan, mayanlah. Kata pak wali -saya mulai mengganti
sebutan Kang Emil dengan pak wali karena ketika berpidato Kang Emil suka
menyebut dirinya dengan sebutan pak wali, seolah-olah menegaskan bahwa ia
adalah wali kota, bukan wali songo, gitu kali- Kata pak wali saking kreatifnya Bandung nama
makanan aja disingkat-singkat. Batagor, baso tahu goreng. Cireng, aci digoreng.
Combro, oncom di jero, Misro, amis dijero, miss u, I miss u to..
Terus kata Kang eh.. Pak Wali lagi, selain nama makanan, nama
jalan juga disingkat-singkat. Antapani, antara cinta tapi teu wani. Gerrr… tawa
pun pecah..!
Cipaganti, lanjutnya lagi, cinta palsu suka gonta ganti… pak
atulah..! hahahaha…
Tanda tangan Pak Wali di dinding sekolah |
Nah untuk membuat Bandung ini menjadi semakin keren, maka
menurut Pak Wali, warganya pun harus keren. Warga yang keren menurutnya adalah
warga yang memiliki 3 hal. Pertama, sehat jasmaninya. Lantas beliau ngasih
tantangan ke beberapa anak untuk membuktikan kalau mereka sehat jasmaninya.
Tantangannya apa? Suruh push up 25x di depan lapangan upacara!
Yang kedua, harus cerdas otaknya, berilmu. Dan yang ketiga
rohaninya harus diisi dengan keagamaan, biar soleh, karena percuma pinter dan
sehat kalau ujung-ujungnya korupsi. Gitu katanya. Dan sebelum memberikan piala
kepada anak-anak bola yang juara 1 itu, Pak Wali ngasih tips untuk mencapai
kesuksesan yang disangkut pautkan dengan filosofi sepak bola, kerja keras, atur
strategi, kerja sama dan cetak gol!
Selesai berpidato yang deselingi lawak dan berbagai gimmick
tadi, akhirnya Pak Wali memberikan piala secara simbolis kepada juara 1 sepak
bola piala gubernur. Setelah itu
dilanjutkan dengan sesi salam-salaman dan foto bersama. Saya ga kebagian foto,
rame soalnya sampai desek-desekan. Wajarlah wali kota idola anak muda. Hehehe…
Perlu diakui memang Kang Emil ini yang sekarang jadi Pak Wali,
sangat pintar dalam hal personal branding. Pintar mencitrakan dirinya, citra
pemimpin yang berasal dari rakyat biasa, bersahaja, santun, suka bercanda. Nice
guys. Samalah kaya presiden kita yang baru. Namun apakah citra yang ditunjukan ini adalah sebuah citra yang
natural atau artificial? Seiring waktu pasti akan terjawab. Tapi saya sih ga
terlalu perduli, selama kepemimpinannya membawa kebaikan, yah wajib kita
dukung. Pun dengan tetap harus kita awasi, kawal, dan kritisi agar tetap berada
di jaur yang benar. Itulah tugas dan kewajiban kita sebagai rakyat. Karena
sehebat apapun pemimpin kita, mereka tetap manusia biasa, bukan pahlawan super
dari komik marvel.
-Bandung Oktober 2014, ditulis dengan netbook yang kena
virus dan ditemani aqua botol, satu bungkus lays bbq serta Tulus yang bernyanyi
lewat HP-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar