Tidak terasa gelaran euro 2012 sebentar lagi bisa kita
nikmati secara gratisan. Sama seperti empat tahun lalu, masih di stasiun tv
yang sama pula. Masih ingat dengan jelas
bagaimana Torres mencetak gol tunggal kemenangan Spanyol empat tahun lalu.
Serasa baru kemarin, ternyata 4-5 tahun itu sebentar. 2008 euro, Spanyol
juaranya, setahun berikutnya pemilu SBY
juaranya, terus piala dunia 2010 Spanyol
lagi juara. Tahun ini euro lagi, belum tahu siapa yang juara. 2014 pemilu, tapi
pasti bukan SBY lagi juaranya, terus piala dunia lagi, euro lagi, pemilu lagi,
begitu terus tidak terasa tahu-tahu usia bertambah.
Tahun demi tahun terlewat, entah apa yang kita tinggalkan
disana, prestasi apa yang kita buat, sejarah apa yang kita ukir. Bagi saya 2008
adalah tahun yang berkesan. Di tahun inilah saya diberi gelar sarjana. Sebuah
gelar yang tidak pernah saya impikan sebelumnya. Sebagai siswa ‘sederhana’,
baik dari materi maupun kapasitas otak, kuliah adalah sebuah kemewahan bagi
saya. Alhamdulillah berkat rahmat serta ijin yang maha kuasa dan didorong
dengan keinginan luhur, saya mendapatkannya.
Masa perkuliahan yang saya lewati dengan mulus ternyata tak
seirama dengan apa yang saya alami setelahnya. Pencarian pekerjaan. Iya,
setelah lulus dipertengahan Maret 2008, saya pun terkatung-katung selama hampir
10 bulan. Jobless!!!
Dengan hanya mengandalkan ijazah sarjana kependidikan, nilai
IPK yang lumayan, serta absurditas mimpi, maka saya melamar ke
perusahaan-perusahaan besar. Jujur, saat itu keinginan untuk berprofesi sebagai
guru sesuai dengan latar belakang pendidikan saya begitu rendah. Alasannya
sederhana, saya tidak cukup pantas untuk menjadi pribadi yang di gugu dan
ditiru.
Namun, sekeras apapun penolakan saya ternyata Sang Maha
Rencana sudah menyiapkan sesuatu yang besar buat saya. Ketika saya nyaris putus
asa akibat susahnya mencari pekerjaan di kota besar. Ketika nyaris saya
mempertanyakan keadilan Tuhan karena orang lain yang tidak berjuang dengan
keras, yang kelihatannya hidupnya hanya bersenang-senang, begitu bahagia, serba
mudah, yah..begitu lah..tapi begitu mudahnya pula mendapatkan pekerjaan. Ada kesan
iri dan sombong dalam kalimat saya tadi, tapi memang itulah yang saya rasakan
waktu itu.
Maka Tuhan memberikan jawaban lewat saudara saya. “ada
lowongan dikoran buat guru Pkn SD” katanya. Berbekal informasi itulah saya
melayangkan lamaran, tak lama saya pun dipanggil untuk tes tertulis di Salman
ITB. Menurut penguji, nantinya peserta dengan hasil tes tertinggi akan
dipanggil untuk micro teaching di
sekolah. Saya tidak berharap banyak, tetapi ternyata saya termasuk peserta yang
dipanggil untuk micro teaching.
Adalah sebuah madrasah ibtidaiyah yang berlokasi di
seputaran Bandung Timur tempat yang saya tuju. Membutuhkan waktu sekitar 90
menit untuk sampai disana, itupun dengan 2 kali menggunakan angkot, cukup jauh
dari tempat tinggal saya memang. Sekolahnya sendiri cukup nyaman, berada di
tengah perumahan penduduk menengah ke atas. Proses micro teaching dilakukan di kelas tiga. Keringat dingin mengalir
deras dari pelipis. Maklum itu pengalaman pertama, sebagai orang yang memiliki
sifat pemalu akut, dan agak insecure,
maka berbicara di depan umum itu adalah sebuah
tantangan, a mountain to climb. But
I did well eventually.
Pekerjaan itu akhirnya saya dapatkan, ibu saya pun merestui.
‘ga apa-apa ngajar di SD juga, pengalaman’ katanya menyemangati. Maka saat itu Februari 2009 I got my first real job. Mengajar.
It was tough at
the beginning, namun saya bertahan. Perhatian dan senyuman tulus anak-anak
melumerkan gunung es dalam diri saya yang bernama angkuh. Ada kepuasan tersendiri
ketika melihat mereka tertawa karena joke
yang saya lemparkan, ketika mereka antusias terhadap permainan yang saya buat,
atau bahkan ketika mereka kesal karena saya ceramahi. It’s priceless!!. Pertemuan saya dengan orang-orang hebat disana pun
membentuk pribadi saya, mendewasakan. Saya belajar banyak tentang agama
langsung dari orang-orang yang mendalaminya lebih dari saya. Saya menjadi
semakin mengerti akan indahnya hidup dalam perbedaan. Tidak hanya seperti yang
dituliskan dalam buku-buku paket usang tentang toleransi dan tenggang rasa, but in a real life, practically. Sebuah hadiah yang besar diberikan Tuhan untuk
saya. Inspirasi, pengalaman hidup, etos kerja serta banyak hal lain adalah
bahan bagi saya untuk belajar. Hebatnya lagi itu semua tidak selalu datang dari
rekan-rekan sesama pengajar, tapi dari anak-anak. Yes, that little fellas taught me a lesson, not the otherwise..hehehe…
Sifat alamiah manusia adalah selalu merasa tidak puas atas apa
yang sudah ia dapatkan. Saya pun mengalami hal yang sama tentu saja. Maka di
setiap akhir tahun ajaran saya masih suka mencari informasi lowongan kerja. Harapan
nya dua, menambah pengalaman dan penghasilan. Sampai akahirnya
dipenghujung akhir 2010 saya diterima di
salah satu bimbel ternama di kota Bandung. Tuhan belum mengabulkan permohonan
saya untuk menjadi seorang pegawai negeri sipil, tapi memberikan tanggung jawab
lain buat saya. Sejak itu pengalaman, pengetahuan serta penghasilan saya
bertambah. Alhamdulillah. Kedua nya bisa berjalan dengan baik seperti yang
dinginkan, itu yang saya rasakan ketika itu. Saya benar-benar menikmatinya saat itu.
Diawal tahun 2012, tawaran lain datang menghampiri. Salah seorang
teman saya yang hendak diboyong suaminya ke luar kota menawarkan untuk
menggantikannya mengajar di sebuah SMK. Tanpa pikir panjang saya pun
mengiyakan. Saru memang waktu itu antara
percaya diri mengambil sebuah kesempatan atau serakah. Bahasa Sundanya ‘ngarawu
ku siku’. Akibatnya bisa ditebak. Semrawut, ketiganya nyaris terbengkalai.
Keputusan harus diambil. Maka setelah berpikir masak-masak,
saya putuskan untuk melepas 2 diantaranya. Tanpa pertimbangan yang berarti maka
saya mengundurkan diri dari SMK itu. Ini murni karena saya tidak mendapatkan ‘sesuatu’
disana, tidak jodoh. Dan entah apa yang sebenarnya saya pikirkan ketika saya
mengajukan pengunduran diri dari MI tempat kerja pertama saya. Seriously, what was I thinking..!!! Karena
3 tahun bukan waktu yang sebentar untuk saya habiskan disuatu tempat. Kalau saya
tidak nyaman, mungkin tidak akan selama itu saya disana. Lantas apakah ini
sebuah keputusan emosional? Iya. Karena memang berat memutuskan untuk berhenti
disana, after all these year! Bagai mana
mungkin saya tidak terlibat perasaan emosional dengan orang-orang disana. Tidak,
karena ini bukan disebabkan adanya masalah pribadi atau karena saya sudah
mendapatkan yang lebih baik, bukan pula. Ini adalah murni bentuk tanggungjawab
moral saya. Saya datang dengan baik-baik maka saya pun ingin pergi dengan baik
pula.
Keegoisan saya untuk mencapai mimpi-mimpi lain yang belum
terwujud juga punya andil besar dalam keputusan yang saya buat ini. Saya hingga
kini masih kurang nyaman bila disebut seorang ‘guru’, lebih senang disebut
pengajar saja. Iya, karena selama ini yang saya rasakan saya hanya mentrasfer
informasi saja tanpa bisa menunjukan sikap yang baik buat mereka. Seorang guru
adalah pendidik yang mampu menginspirasi, mengubah perilaku lewat contoh riil
yang ia tunjukan, an example to follow. Sementara pengajar hanyalah
transformator, yang mau mengajar apabila dibayar, yang masih menggerutu ketika
melihat slip gajinya, yang hanya bisa menyuruh tanpa bisa mencontohkan. sudahlah. Mimpi terbesar
saya ternyata simple, saya ingin menulis, membuat lagu, bahkan kalau bisa membuat film, intinya adalah berkarya. Hanya pekerjaan ‘mengajar’ ini tidak akan pernah
saya lepaskan. Walaupun mata pelajaran saya ini menurut sebagian orang tidak sepenting
mata pelajaran lainnya. Tapi niat saya mengajar adalah sebagai tanda balas budi
terhadap tanah air yang sudah saya tumpangi selama ini, saya belum bisa melakukan hal lain selain itu saat ini.
Maka setelah ini, apa yang akan terjadi, terjadilah. Akan jadi apa saya nanti? Siapa juara piala
eropa 2012? Presiden pilihan rakyat di 2014? Kita tidak pernah tahu, expect the unexpected. Hidup bekerja
dengan cara yang unik, dan setiap orang punya ending nya masing-masing. Life
keeps on turning.
Saya akhiri tulisan ini dengan penggalan lirik The Smiths 'Please, Please, Please, Let Me Get What I Want
Good times for a change
See, the luck I've had
Can make a good man
Turn bad
So please please please
Let me, let me, let me
Let me get what I want
This time
Haven't had a dream in a long time
See, the life I've had
Can make a good man bad
So for once in my life
Let me get what I want
Lord knows, it would be the first time
Lord knows, it would be the first time
Saya akhiri tulisan ini dengan penggalan lirik The Smiths 'Please, Please, Please, Let Me Get What I Want
Good times for a change
See, the luck I've had
Can make a good man
Turn bad
So please please please
Let me, let me, let me
Let me get what I want
This time
Haven't had a dream in a long time
See, the life I've had
Can make a good man bad
So for once in my life
Let me get what I want
Lord knows, it would be the first time
Lord knows, it would be the first time
Tidak ada komentar:
Posting Komentar